Di sabtu pagi yang cerah itu dimulailah petualangan kami menuju daerah Cilengkrang, Ujung Berung Bandung. Perjalanan sendiri dimulai dari masjid Ujung Berung dengan berjalan kaki. Petualangan kali ini diikuti oleh 10 orang Rimbawan dan Rimbawati (meminjam istilah dari Pa Tatan, nanti dibalikin ya pak istilahnya. he ).
Dari Masjid Ujung Berung kami berjalan ke arah atas melewati permukiman-permukiman penduduk, persawahan yang terhampar dan kebun kebun warga. Setelah cukup jauh berjalan, sekitar 2 jam perjalanan lebih dengan medan menanjak yang cukup melelahkan, kami pun sampai di daerah Cilengkrang yang berada di sebuah bukit di atas Curug Cilengkrang Kaki Gunung Manglayang.
Setelah beristirahat sejenak, perjalanan kami lanjutkan melewati jalan setapak dan kami mulai memasuki kawasan hutan yang cukup rimbun serta menyusuri aliran sungai kecil yang airnya cukup jernih. Tak lama kami menyusuri sungai dan jalan setapak sampailah kami di Curug Dampit, curug yang saat itu hanya berupa tebing terjal tanpa jatuhan air yang mungkin karena keringnya sumber mata air curug. Curug Dampit merupakan curug kembar (2 buah curug) yang saling berdampingan ketinggian curug tersebut sekitar 50 meter. Tapi sayang seribu sayang kami tak bisa menikmati keindahan jatuhan air curug yang kering.Di namai Curug Dampit mungkin karena curug tersebut saling berdempetan/bersebelahan.
Kami pun melepas lelah sembari membuka bekal di atas sebongkah pohon besar yang tumbang dan diiringi suara aliran sungai kecil serta kicauan burung, subhanallah alangkah indahnya. Suasana "waas" yang jarang kita temui dihiruk pikuk kota yang semakin sumpek. Setelah cukup beristirahat dan mengisi perut, petualangan pun kami lanjutkan untuk menuju puncak Gunung Manglayang. Kami masuk ke sebuah bukit dan melewati rimbunnya semak belukar dan dengan terpaksa membuka jalan. Ternyata oh ternyata jalan yang kami buka semakin menanjak dan curam, saya dan seorang teman mencoba mengecek jalan dan sedikit membuka jalan ke atas dan sebagian menunggu di bawah sebuah batu besar yang terlilit akar. Ternyata keadaan jalan ke atas tak mungkin bisa dilewati dan kami putuskan tuk turun kembali.
Ternyata bukit yang kami lalui tadi berada di antara curug Dampit dan curug Manglayang. Setelah berada di bawah, kami pun sepakat tuk melanjutkan perjalanan ke puncak Gunung Manglayang melalui daerah Batu Kuda. Dengan sisa-sisa tenaga kami mulai masuk ke sebuah bukit di kaki Gunung Manglayang. Perjalanan semakin berat dan melelahkan karena tak dikira perbekalan air habis dan jalur yang kami lalui ternyata adalah jalur yang sering dilalui oleh babi hutan, ditandai dengan adanya jejak kaki babi hutan yamg masih basah dan lubang-lubang tempat bersembunyinya. Dengan berbekal tongkat sebagai senjata tuk berjaga-jaga bila tiba-tiba babi hutan menyerang.
Setelah cukup jauh berjalan, kami semakin dekat dengan puncak Gunung Manglayang, tapi melihat kondisi fisik kami dan hari yang mulai sore tak memungkinkan kami tuk melanjutkan perjalanan ke puncak. Kami putuskan tuk berputar arah, kami berjalan melewati barisan bukit-bukit yang terhampar luas dan jejeran pohon pinus serta di depan kami view kota Bandung yang cukup indah. Dengan sisa-sisa tenaga kami pun sampai di peradaban manusia dan beristirahat di sebuah warung di tempat start awal daerah cilengkrang untuk men"charge" energi yang terkuras.
Sore pun mulai menggelayut dan di kejauhan mulai nampak kabut yang mulai menyelimuti jalur yang kami lalui tadi. Petualangan pun berakhir di sore itu dan wajah-wajah kelelehan mulai nampak pada kami yang rasanya sangat merindukan kasur, bantal dan air hangat di rumah... I Come Home Mama.
Bandung, 03 Juli 2010
-opik-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak anda.
Terima kasih sudah berkomentar