2 November 2013
Tasikmalaya,
itulah tujuan perjalanan saya dan kawan-kawan dari satubumikita di awal bulan
November lalu.Lebih tepatnya lagi berkunjung ke sebuah gunung yang pernah
meletus hebat di sekitaran tahun 1982-1983, yaitu Gunung Galunggung. Perjalanan
kali ini seperti biasa kami awali dari kota Bandung. Bertolak dari Terminal
Cicaheum kami menggunakan bisjurusan Purwokerto via Tasik menuju Terminal Indihiang. Perjalanan bis dari Cicaheum menuju Indihiang
memakan waktu sekitar 3 jam, dari terminal Indiang kemudian perjalanan berlanjut
menuju gerbang masuk Galunggung dengan mencarter 2 angkot.
Di
dalam perjalanan menuju gerbang masuk Galunggung, saya sempat bertanya pada
supir angkot yang membawa kami mengenai
Galunggung ketika dulu meletus. Diceritakan oleh supir angkot tersebut
bahwa dulu saat Galunggung meletus, kondisi di desa sekitar gunung yang
sekarang kami lewati keadaanya bisa dibilang mencekam, desa yang terkena dampak
langsung hanya bisa menikmati langit terangsampai pukul 10 pagi dan lebih dari
waktu tersebut langit hitam seperti kondisi malam yang dikabitkan oleh awan
atau debu vulkanik Galunggung yang menutupi langit.
Letusan
Galunggung di era Soeharto menurut berbagai sumber berlangsung selama 9 bulan
(antara tahun 1982-1983).Langit cerah di sabtu siang itu, mungkin tak akan kami
nikmati pada sabtu di tanggal yang sama 29 tahun lalu. Dan mungkin sebagian besar dari kami
pun banyak yang belum terlahir ke dunia saat dentuman, pijaran api serta
kilatan halilintar mengamuk di Galunggung. Sekitar 50 menit dalam angkot yang
melaju, sampailah kami di gerbang Kawasan Wisata Galunggung yang terdiri dari 2
objek wisata utama yaitu kawah danau Galunggung dan pemandian air panas
(Cipanas).
Selain
menurut penuturan supir angkot,saya sempat bertanya juga kepada ibu penjaga
warung, yang mengisahkan bahwa dulu lapak yang ditempatinya sekarang adalah
sebuah sekolah dasar yang mungkin bisa jadi bangunannya terdampak langsung
letusan. Lanjut menurut penuturan si ibu warung yang saat letusan sudah
menikah, dikisahkan bahwa di saat keadaan genting bencana tersebut masih saja ada orang yang
tidak bertanggung jawab menjarah barang milik warga yang ditinggal mengungsi,
bahkan kursi dan meja sekolah pun konon raib di gondol maling.
Perjalanan
kembali berlanjut seusai sholat dzuhur dan makan siang.Saatnya kaki kami mulai
bergerak melangkah.Selain jalan aspal, ada jalur alternatif menuju objek utama
dekat danau kawah, yaitu melalui jalan setapak yang searah menuju Cipanas.Di
awal jalur tersebut kami harus melalui kawasan Cipanas yang saat itu cukup
ramai oleh penggunjung.Ada aliran sungai kecil yang jernih mengalir.Jalur
kemudian menanjak ke sebelah kanan Cipanas dan masuk ke rimbunan dan mulai
memasuki hutan.Kami ber-19 berjalan beriringan di jalur setapak yang banyak
semutnya tersebut, entahlah kenapa banyak sekali semut di jalur yang kami
lalui.Semakin memasuki hutan, suara raungan kendaraan mulai tak terdengar.Di
kejauhan pelupuk mata, anak tangga ikon Galunggung terlihat kecil layaknya
seekor cacing. Satu jam setengah yang kami habiskan di jalur setapak akhirnya
berhulu di jalan aspal dan itu tandanya
sebentar lagi kami akan sampai di pelataran parkir (anak tangga).
Tak
berapa lama kami berjalan, kembali kami melintas jalur berpasir, dan sampailah
kami di pelataran parkir yang di hadapannya mengular ke atas anak tangga.Ya,
anak tangga tersebut seolah menjadi salah satu ikon dari Galunggung selain
wisata alam danau kawahnya.Anak tangga yang menurut papan informasi berjumlah
620 tersebut merupakan penghubung menuju puncak danau kawah (bukan Puncak
Gunung Galunggung) sebagai titik pandang yang menarik untuk menikmati panorama
danau kawah dari atas.
Gunung
Galunggung sendiri menukil dari laman Wikipedia merupakan Gunung berapi aktif
yang memiliki ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut.Menurut Volcanological
Survey of Indonesia (VSI), kawasan Gunung Galunggung meliputi areal seluas ±
275 km2 dengan diameter sekitar 27 km (barat laut-tenggara) dan 13
km (timur laut-barat daya). Sebelah barat Gunung Galunggung berbatasan dengan Gunung
Karasak, sebelah utara dengan Gunung Talagabodas Garut, sebelah timur dengan
Gunung Sawal Ciamis dan di sebelah selatan berbatasan dengan batuan tersier
Pegunungan Selatan. Gunung Galunggung dibagi dalam tiga satuan
morfologi, yaitu: Kerucut Gunung Api, Kaldera, dan Perbukitan Sepuluh
Ribu. Karakter letusan Gunung Galunggung umumnya berupa erupsi
leleran lava sampai dengan letusan yang sangat dahsyat yang berlangsung secara
singkat atau lama.
Selain itu menukil dari beberapa sumber.Wilayah Galunggung pada zaman dulu merupakan
salah satu pusat spiritual kerajaan Sunda pra Pajajaran, dengan tokoh
pimpinannya Batari Hyang sekitar abad ke-XII.Saat pengaruh Islam menguat, pusat
tersebut pindah ke daerah Pamijahan. Sementara naskah Sunda kuno lain adalah
Amanat Galunggung yang merupakan kumpulan
naskah yang ditemukan di kabuyutan Ciburuy, Garut Selatan berisi petuah–petuah
yang disampaikan oleh Rakyan Darmasiksa, penguasa Galunggung pada masa itu kepada
anaknya.
Sebelum
melahap jalur anak tangga, sejenak kami pun menghela nafas kembali di
warung-warung yang banyak tersedia di pelataran parkir. Siang pun mulai
berganti sore, dan kami cukup beruntung sabtu di awal November ini cerah, tak
seperti hari-hari yang lalu, hujan menggila. Beriringan kembali kami mulai
melangkahi anak tangga.Pemandangan dari atas memang cukup bagus, panorama Tasik
terlihat cukup jelas.Dan sampailah kami di titik pandang danau kawah, permukaan
yang kami pijak adalah pasir berwarna kehitaman sisa letusan dahulu.Di bawah,
terlihat kawah Galunggung yang sudah menjadi danau dengan warna airnya yang
hijau. Danau tersebut konon memiliki bagian dengan kedalaman sekitar 200 meter,
yang menjadikannya cukup berbahaya untuk orang yang berenang di sana. Di tengah
danau terdapat 2 bukit kecil yang menurut Wikipedia merupakan kubah lava, dan
oleh warga dinamai Gunung Jadi, bukit kecil tersebut timbul setelah terjadi
letusan tahun 1918. Gunung Galunggung menurut penuturan akang salah satu
pemilik warung, tercatat sempat pernah aktif di tahun 2012 yang ditandai dengan
kandungan sulfur yang tinggi. Untuk saat ini mungkin Galunggung sedang tertidur
lelap sesudah 4 kali meletus besar dalam sejarah manusia (yang tercatat tahun
1822, 1894, 1918 dan 1982-1983 ).
Dinding
cadas yang menjulang dan mengelilingi kawah membuat kami sangat kecil sebagai
manusia yang angkuh dan sombong.Perjalanan kembali berlanjut menuju danau kawah
menuruni jalan setapak.Sang surya mulai kembali ke peraduannya, halimun mulai
menyeruak menghias guratan lukisan Tuhan. Di sisi danau kawah, tenda kami
dirikan, malam pun cepat datang, dan kebersamaan mulai menghangat bersama api
unggun. Di atas sana bintang gemintang
menebar di luasnya langit, seolah menemani kami yang sejenak menyepi dari
bisingnya hiruk pikuk kota.
Terima kasih.
jadi inget dua taun lalu pas kesini..... Galunggung itu ngangenin... bikin betah... adem. dan ga akan lupa juga sama anak tangganya yang bikin shock, hahaha...
BalasHapushahaha..anak tangga emang ikon galunggung..
BalasHapusKata temanku yang orang Tasik, galunggung ini biasa saja.. makanya belum sempat ke sana juga.. tapi kalau lihat fotonya kok bagus ya :D
BalasHapusbiasa atau tidak, indah atau tidak.. tergantung pandangan kita dan alam yg Tuhan ciptakan semua indah/istimewa :))
BalasHapusgunung yang melegenda, trutama letusannya yg dahsyat
BalasHapusliat gnung bawaannya mupeng :(
Pengen rasa nya jalan - jalan kesana....
BalasHapusakan tetapi sulit untu ksana di karena kn gak punya teman apalagi saudara...
jadi di impan dulu angan - angan nya untuk kesana....
Kita bisa Camp disana ??
BalasHapusTerimakasih infonya jangan lupa kunjungi website kami http://bit.ly/2Pu5xNo
BalasHapus