Kamis, 11 Juli 2013

Sepintas Widji Thukul

Hari minggu yang lalu, setelah bertemu kawan di bilangan Jalan Dipati ukur, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke toko buku di jalan Merdeka untuk membaca buku (bukan membeli :P). Saya sedikit tertarik dengan seri buku tempo yang mengulas tentang huru-hara di zaman orde baru, dan salah satu seri buku tersebut mengulas tentang aktivis di zaman  orba, yaitu widji thukul.

 Beberapa tahun yang lalu sebenarnya saya sempat mengetahui  sosok ini di majalah tempo juga, edisi kebangkitan nasional yang saya beli di lapak buku dan majalah bekas. Walau hanya sepintas mengenal sosok ini saya cukup tertarik dengan sosoknya yang sangat merakyat  serta puisi-puisinya. 

Puisinya yang terkenal adalah; PERINGATAN. Saya pun sedikit teringat kembali dengan lirik lagu dari band punk/hardcore veteran Bandung, Jeruji yang berjudul LAWAN, yang salah satu kalimat dalam liriknya berbunyi: " hanya ada satu kata : LAWAN", dan sama dengan kalimat terakhir di puisi peringatan widji thukul. 

Entahlah, Selain itu kenapa saya teringat juga dengan Herry Sutresna a.k.a ucok "homicide" a.k.a Morgue Vanguard, musisi hiphop yang sekaligus aktivis, dengan lirik-kirik dalam lagunya yang cukup keras menentang tirani sekaligus pernah bergabung dengan partai yang sama dengan Widji Thukul yaitu  PRD (Partai rakyat Demokratik).



Peringatan
Jika rakyat pergi
Kita penguasa berpidato
Kita harus hati hati
Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat sembunyi
Dan berbisik bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Dan bila rakyat tidak berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversi dan menggangu keamanan
Maka hanya satu kata : LAWAN !

Puisi yang menurut Tempo sangat ikonik sama seperti Chairil Anwar dengan puisnya "Aku" yang mencuatkan kata "Aku ini binatang jalang". Sedang di dalam puisi widji thukul, kalimat terakhir seolah menjadi ikon puisi thukul sekaligus ikon perlawanan di setiap demo "Maka hanya satu kata : LAWAN ! ". Walau terlahir di keluarga miskin, talenta keseniannya terutama membuat puisi cukup patut dibanggakan dan banyak pula penghargaan serta prestasi yang dia terima. Mengutip laman dari wikipedia Widji Thukul lahir dari keluarga tukang becak. Mulai menulis puisi sejak SD, dan tertarik pada dunia teater ketika duduk di bangku SMP. Bersama kelompok Teater Jagat, ia pernah ngamen puisi keluar masuk kampung dan kota. Sempat pula menyambung hidupnya dengan berjualan koran, jadi calo karcis bioskop, dan menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel.

Selain itu aktivitasnya sebagai aktivis memang cukup menonjol. Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo yang lahir di kampung Sorogenen Solo, 26 Agustus 1963 ini, sempat mengalami kekerasan saat berdemo bersama karyawan PT Sritex, yang menyebabkan mata kanannya cedera. Selain sebagai aktivis, dia juga ikut dalam sebuah partai di era orde baru yaitu PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang sempat dituduh sebagai reinkarnasi dari PKI. Widji thukul sempat buron karena diduga (dituduh) sebagai dalang di sebuah kerusuhan, dan pada tahun 1998, jejak thukul dihilangkan secara paksa sampai sekarang.

2 komentar:

  1. kagum sama beliau.. beberapa puisinya benar-benar sangat inspiratif,puisi favorit saya yang judulnya Bunga dan Tembok. dulu pernah bikin puisi juga untuk Widji... jika masih hidup, semoga beliau bisa pulang dalam keadaan sehat wal afiat..

    BalasHapus
    Balasan
    1. mana puisinya mau baca donk. iya amin.

      Hapus

Silahkan tinggalkan jejak anda.

Terima kasih sudah berkomentar