Sabtu, 12 November 2011

Cicadas Siang itu

Siang itu, Cicadas benar-benar panas dan berdebu. Lalu-lalang kendaraan berseliweran di hadapan. Waktu itu saya sedang menunggu angkot berwarna merah jurusan Cicadas-Elang. Saya menunggu angkot merah itu di depan sebuah gedung bekas Matahari Departemen Store yang sekarang menjadi tempat penjualan pakaian bekas (Cimol). Di sebrang jalan saya berdiri terdapat sebuah bangunan yang dulu ada sebuah tiruan patung Liberti yang sekarang patungnya entah kemana, dipinggir bangunan bercat hijau tersebut terdapat sebuah tempat futsal yang dulu berfungsi sebagai bioskop "Misbar" (gerimis Bubar) yang sangat terkenal di Cicadas.



Angkot yang di dago-dago sepertinya sedang ke caheum, lama sekali saya menunggu berdiri di sana. Tapi untung ada sebuah hiburan musik yang menemani saya, musik yang di putar oleh penjual CD bajakan menemani kesendirian saya menunggu angkot. Lagu yang diputar saat itu adalah lagu dari almarhum Darso.

Lagu demi lagu pun di putar oleh sang penjual CD bajakan itu, tapi angkot merah pun masih belum nongol juga batang hidungnya. Di kejauhan malah berjalan seorang pria dewasa tak berpakaian sehelai pun yang tergesa-gesa. Rambutnya gimbal alami menjuntai. Pria dewasa itu berhenti tepat dihadapan saya sembari berceloteh bahwa dia adalah orang yang diutus dari jaman Bandung masih sebagai danau purba, untuk memberi tahu bahwa Bandung akan tergenang seperti dulu bila orang-orangnya sudah tak perduli lagi terhadap alam yang dipijak.


tags : cicadas, bandung, fiksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak anda.

Terima kasih sudah berkomentar