Rabu, 20 Juli 2011

Bertualang ke Curug Bugbrug, Tilu, Layung dan Sukawana

Teks & Foto : Opik




Di depan Curug bugbrug


Bandung, 29-06-2011

Curug bugbrug  berlokasi di daerah Parongpong, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Curug tersebut dinamakan Bugbrug atau bubrug dikarenakan menurut penuturan warga sekitar air yang jatuh dari atas tebing menghasilkan suara bug-bug (brug-brug) oleh karena itulah warga menamainya Curug Bugbrug.  Curug tersebut memiliki ketinggian sekitar 50 meter,  air yang mengalir dari curug tersebut berasal dari situ lembang yang merupakan hulu sungai Cimahi. Di aliran sungai cimahi sebenarnya terdapat banyak sekali curug, seperti curug yang sudah cukup dikenal yaitu Curug Cimahi yang berada tidak jauh dari Curug bugbrug.  

Curug Tilu

Curug Layung

Selain Curug Bugbrug dan Curug Cimahi terdapat pula curug tilu dan curug layung. Kedua Curug tersebut masih berada di aliran sungai Cimahi yang bisa dikatakan masih cukup alami. Curug tilu dinamai seperti itu karena mempunyai tiga tingkat (bahasa sunda tiga adalah tilu), yang total ketinggianya sekitar 10meter dengan lebar sekitar 2 meter . Lalu bila kita terus menyusuri bantaran sungai cimahi kita akan menemukan satu curug lagi yaitu Curug layung yang ukurannya lebih kecil tapi dengan kolam alami yang cukup dalam dan luas. Bila kita masih kuat berjalan kita bisa meneruskan perjalanan pulang melalui jalur perkebunan teh sukawana yang luas dan hijau.



Perkebunan Teh Sukawana

Selain bertualang sambil menikmati indah serta asrinya alam, ada hal yang cukup menarik tuk kita selami selama dalam perjalanan yaitu mengenai sepenggal sejarah alam dataran tinggi Bandung . Saat kita akan memasuki kawasan Curug Bugbrug, tepatnya setelah melewati portal. Kita akan di suguhi pemandangan yang cukup unik berupa bukit batu yang memiliki pola melingkar seperti gulali panas yang sedang dibentuk. Bukit batu tersebut mungkin adalah bekas aliran lava yang mengalir dari Gunung purba (Gunung Sunda purba atau Gunung Jayagiri ?) yang meletus ratusan ribu tahun yang lalu. Tapi sayang artefak geologi alam tersebut kondisinya memprihatinkan, terbukti dengan banyaknya coretan-coretan piloks oleh tangan iseng yang memenuhi badan batu tersebut diperparah dengan aktivitas penambangan batu disekitarnya.

Batu yang memiliki pola


Mengenai Gunung Sunda sendiri dalam “ Riwayat geologi dataran Tinggi bandung” (1959) geolog Kusumadinata mengungkapkan bahwa dulu saat bumi masih belum satbil dengan banyaknya perubahan di permukaan bumi dan pembentukan Gunung api, di sebelah utara Bandung lahirlah sebuah Gunung api raksasa yang dinamakan Gunung Sunda. Gunung tersebut menjulang tinggi sekitar 3.000-4.000 meter dengan garis tengahnya sekitar 20-30 km, kebayangkan gede Gunung itu kaya apa. Nah karena puncak Gunung tersebut selalu tertutupi salju yang terlihat putih terus, Gunung tersebut pun dinamakan Gunung Sunda. Nama Gunung Sunda tersebut berasal dari kata “Cudda” yang dalam diambil dari bahasa sansekerta yang berarti putih, bersih dan suci.

Nama gunung api tersebut pun menjadi sebuah paparan kawasan sekitarnya dan sekaligus pula menjadi nama suku/etnis yang menjadi penghuninya. Letusan gunung sunda purba tercatat terjadi sebanyak 13 kali sekitar 105.000 dan 55.000 tahun yang lalu dan terbagi kedalam tiga fase. Dalam fase pertama, Gunung tersebut mengeluarkan material vulkanik sebanyak 66kilometer kubik dan menutapi kawasan seluas 200km persegi dengan rata-rata ketebalan 40 meter. Nah pada fase pertama itulah bisa jadi yang membendung sungai Citarum di utara Padalarang yang akhirnya membentuk sebuah danau besar yang dikenal sebagai Danau Bandung Purba atau Situ Hyang (danau yang dihuni para dewa). Dan fase selanjutnyapun tak kalah hebatnya yaitu dengan mengeluarkan material vulkanik yang melontarkannya ke angkasa yang membentuk tiang letusan yang sangat tinggi. Nah pada akhirnya danau bandung purba itu pun mengering dan jadilah kota Bandung seperti  yang kita diami sekarang.

Selain itu sisa-sisa dari letusan tersebut menyisakan sebuah kaldera yang kita kenal sekarang sebagai Situ Lembang, setelah letusan gunung sunda itu lahir pula sebuah gunung api baru yang akrab kita sebut dengan Gunung Tangkubanparahu. Dan tidak jauh dari Situ Lembang dan Gn.Tangkubanparahu terdapat pula Gunung Burangrang yang merupakan parasit Gunung Sunda Purba.

Gunung Sunda sendiri lahir dari kaldera Pra Gunung Sunda yang biasa di sebut dengan Gunung Jayagiri, karena gunung tersebut melingkar di kawasan Jayagiri. Gunung Jayagiri terbangun antara 560.000-500.000 tahun yang lalu. Setelah Gunung Jayagiri membentuk kaldera, 300.000 tahun kemudian barulah lahir Gunung Sunda dari tengah-tengah kaldera Gunung Jayagiri. Pastinya ukuran Gunung Jayagiri lebih besar dari anaknya (Gunung Sunda). Jadi bisa di asumsikan bahwa Gunung Tangkubanparahu adalah "anak" dari Gunung Sunda dan "cucu" dari Gunung Jayagiri.

Mungkin dengan menyusuri secuil sejarah alam ini, kita dapat lebih arif dalam memperlakukan lingkungan dan alam sekitar. Dan akhirnya timbul pula sebuah kesadaran serta rasa memiliki terhadap alam sekitar yang patut kita jaga dan lestarikan.

Semoga tetap lestari alamku.
 

1 komentar:

Silahkan tinggalkan jejak anda.

Terima kasih sudah berkomentar