Selasa, 10 September 2013

Sejenak Berkunjung Ke Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi

Lambang kasepuhan Ciptagelar. Credit foto: http://kampunghalimun.blogspot.com


Setelah menempuh jarak yang bisa dikatakan jauh, akhinya saya dan saudara saya sampai juga di sebuah keramaian malam di sebuah kampung di pelosok nun jauh di balik bukit-bukit. Keramaian tersebut bukan tanpa sebab, karena di tempat tersebut terdapat sebuah perayaan menyambut keberhasilan hasil dari panen padi. Kampung yang di maksud adalah sebuah kampung yang bernama Kasepuhan Ciptagelar, yang lokasinya cukup sulit dijangkau oleh kendaraan.  Perayaan yang dimaksud adalah Seren Taun. Seren Taun merupakan  salah satu ritual/perayaan adat tahunan dari Kasepuhan yang selalu menarik minat masyarakat luas untuk berkunjung kesana dan melihat prosesi adat, pertunjukkan hiburan atau budaya yang mungkin sudah jarang di temui di daerah lain. Perayaan puncak Seren Taun di tahun 2013 ini jatuh pada tanggal 1 September.


Menurut berbagai informasi yang saya dapat dilapangan serta termasuk dari wikipedia, menyebutkan bahwa Kasepuhan Ciptagelar merupakan Kasepuhan yang termasuk dalam  Kasepuhan Banten Kidul. Kasepuhan Banten Kidul sendiri adalah kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda yang tinggal di sekitar Gunung Halimun, terutama di wilayah Kabupaten Sukabumi sebelah barat hingga ke Kabupaten Lebak, dan ke utara hingga ke Kabupaten Bogor. Kasepuhan (Bahasa Sunda sepuh berati tua) sendiri menunjuk pada adat istiadat lama  (sunda) yang masih dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari seperti rumah tradisional sunda yang bahan bangunannya masih menggunakan material alam, adanya leuit (lumbung tempat menyimpan padi) serta ritual dan upacara adat yang rutin digelar.  

Selain Kasepuhan Ciptagelar, terdapat pula beberapa Kasepuhan lainnya diantaranya; Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cisitu, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Citorek, serta Kasepuhan Cibedug. Kasepuhan Ciptagelar sendiri melingkup dua Kasepuhan yang lain, yakni Kasepuhan Ciptamulya dan Kasepuhan Sirnaresmi. Pemimpin adat di masing-masing Kasepuhan itu digelari Abah, yang dalam aktivitas pemerintahan adat sehari-hari dibantu oleh para pejabat adat yang disebut baris kolot (Sd. kolot, orang tua; kokolot, tetua). Kasepuhan Ciptagelar kini dipimpin oleh Abah Ugi, yang mewarisinya dari ayahnya, Abah Anom, yang meninggal dunia pada tahun 2007. Wilayah pengaruh kasepuhan ini di antaranya meliputi desa-desa Sirnaresmi dan Sirnarasa di Sukabumi.

Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti 'adat kebiasaan tua' atau 'adat kebiasaan nenek moyang'. - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=23&lang=id#sthash.WBaHEZD6.dpuf
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti 'adat kebiasaan tua' atau 'adat kebiasaan nenek moyang'. - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=23&lang=id#sthash.WBaHEZD6.dpuf
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti 'adat kebiasaan tua' atau 'adat kebiasaan nenek moyang'. - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=23&lang=id#sthash.WBaHEZD6.dpuf
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti 'adat kebiasaan tua' atau 'adat kebiasaan nenek moyang'. - See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=23&lang=id#sthash.WBaHEZD6.dpuf

Yang cukup menarik adalah kasepuhan tersebut dalam kurun waktu tertentu bepindah lokasi sesuai wangsit dari para leluhur. Kasepuhan Ciptagelar sendiri berdiri di Bogor sekita 640 tahun yang lalu. Pada akhir tahun 2000 Abah Anom (alm. Encup Sucipta) sebagai pemimpin kasepuhan pada saat itu menerima wangsit (perintah) dari leluhur untuk pindah dari Kampung Ciptarasa ke Kampung Ciptagelar. Ciptagelar artinya terbuka atau pasrah menerima perpindahan tersebut. Wangsit ini diterima oleh alm. Abah Anom setelah melalui proses ritual yang hasilnya tidak boleh tidak, mesti dilakukan. Oleh karena itu perpindahan kampung adat merupakan kesetiaan dan kepatuhan kepada para leluhur.

***

Setelah lelah menempuh perjalanan yang panjang dari kota Bandung, tak begitu banyak yang kami lihat dan lakukan di malam itu. Panggung dangdut yang meriah dan pertunjukkan wayang masih membahana di kampung tersebut. Seusai sejenak bertemu dengan abah ugi dan beberapa baris kolot di Imah Gede (Rumah besar tempat tinggal abah pemimpin kampung Ciptagelar) saya dan saudara pun pamit untuk tidur di sebuah ruang besar di tengah rumah. Di sana sudah banyak entah itu warga kampung atau orang luar kampung seperti kami yang tidur yang hanya beralaskan tikar dengan lantainya yang terbuat dari kayu. Keesokan harinya, dingin cukup menyergap tubuh dan kami terjaga dari tidur.  Agar perjalanan ini tidak sia-sia, kami pun menyempatkan diri untuk melihat -lihat sudut kampung dan aktifitas warga. Ciptagelar di pagi itu bisa dikatakan sangat ramai oleh para pengunjung yang berdatangan dari berbagai kampung disekitarnya dan kota-kota lain yang datang jauh-jauh ke sana.

Sekitar jam 9 pagi , iring-iringan para sesepuh adat berbaris memanjang menandakan Puncak Seren Taun segera dimulai, diringi di belakang barisan tersebut para pembawa gabah (Dalam bahasa sunda disebut pare) yang dipanggul menggunakan kayu lalu kayu tersebut digoyangkan/diarahkan ke kiri dan ke kanan yang membuat sebuah suara, serta iring-iringan kesenian lainnya. Suasana riuh rendah pun membahana di penjuru kampung.


Sumber : 

  • http://id.wikipedia.org/wiki/Kasepuhan_Banten_Kidul

  • http://pariwisata-sukabumi.blogspot.com/2013/05/kampung-adat-cipta-gelar.html
(foto menyusul)

Bersambung

7 komentar:

  1. Dan saya malah belum pernah kesana
    *menyesal

    BalasHapus
  2. jadi pengen kesana juga kang...
    sepertinya menarik nih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya coba berkunjung ke sana kang,

      mksh sdh berkunjung ke blog saya. :)

      Hapus
  3. orang sukabuminya saja belum pernah ke sana nih kang

    BalasHapus
  4. Persiapan dan pembiayaan apa aja sih kang untuk bs berkunjung k sana?

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan jejak anda.

Terima kasih sudah berkomentar