Senin, 01 Oktober 2012

Catatan Perjalanan: Kisah di Gn. Guntur Yang Sempat Terngiang

Hari sabtu dan minggu yang lalu (22-23 september 2012), saya berkesempatan kembali bertualang dan menikmati jejak-jejak keindahan alam yang terhampar luas di tanah priangan. Dan lagi-lagi Garut yang menjadi pilihan, karena jarak dari Bandung yang cukup dekat serta banyaknya objek alam menarik yang patut dikunjungi. Kali ini yang akan dijelajahi adalah Gunung Guntur.

Di dalam KRD,   foto: Bu wiwit


Perjalanan ini sendiri di gagas oleh satubumikita (bisa cek profil mereka di http://satubumikita.blogspot.com/). Hari keberangkatan pun tiba, starting point utama kami kumpul di Stasiun Bandung menumpang kereta krd ekonomi, tiketnya pun cukup murah yaitu Rp.1.000 untuk menuju Stasiun Cicalengka. Dari stasiun Cicalengka perjalanan diteruskan dengan mencarter angkot menuju daerah Cipanas Garut/tempat truk pengangkut pasir. Teman-teman yang ikut cukup banyak, sekitar 27 orang dan beberapa orang tambahan saat turun.


Sekitar jam 10 siang, kami sudah sampai di daerah Cipanas (pom bensin), di sana lalu kami menumpang truk pengangkut pasir menuju daerah Curug Citiis yang berada di kampung Citiis, kecamatan Tarogong kaler, Kabupaten Garut. Jalur pendakian ini bisa jadi merupakan jalur terpendek dan termudah yang konon ditemukan oleh Junghuhn. Truk yang kami tumpangi harus melewati jalan perkampungan serta jalan tambang pasir yang cukup jelek kondisinya. Selain jalan yang cukup jelek dan cukup membuat kami terpontang-panting di dalam truk, matahari pun menyengat dengan cukup panas membakar kulit yang eksotis ini.

Setelah sekitar 30 menit di dalam truk yang ajrug-ajrugan kami pun sampai di titik awal pendakian. Kesan yang pertama terlintas saat saya turun di tempat tersebut adalah gersang, kebul yang super, panas, kering kerontang.. (woles we, nikmati saja ).
Perjalanan truk, foto: Bu wiwit
Gunung Guntur sendiri adalah gunung yang gersang dan sangat sedikit sekali pohon tumbuh (mungkin hanya ada sekitar 20 pohon, emangnya saya ngitung ya..hehehe..kan perkiraan). Berbeda sekali dengan bukit yang ada di sebelahnya, pohon dan hutannya cukup lebat dan hijau, kontras banget, Gunung Guntur di kiri yang gersang- Bukit di kanannya hijau royo-royo loh jinawi. 

Kembali ke cerita perjalanan, oke. Nah pas siap-siap kami mau hiking, ada salah seorang temen kami yang ngundurin diri dari pendakian, karena kelihatannya kondisinya ga memungkinkan, keputusan yang sulit tapi bijak banget. Singkat cerita, setelah itu, rombongan terbagi dan ada rombngonagn yang salah jalur, tapi berkat tim yang solid, kompak dan ganteng serta geulis (halah, jadi muji diri sendiri ya.) tak lama kami pun dapat berkumpul kembali dan ketawa-ketiwi bareng. Setelah kumpul di curug Citiis, istirahat dan sholat perjalanan kembali berlanjut dan ini adalah perjalanan yang sesungguhnya.

Di curug citiis, foto: Bu wiwit

Perjalanan yang harus kami lalui cukup panjang dan menguras tenaga serta bisa melupakan hutang di rumah. Perjalanan menanjak nyaris tanpa bonus dataran. Di tambah panas yang semakin menggila, membuas dan membuat keringat bercucuran dengan hebat (lebay pisan). Setelah berjalan sekitar 1 jam kami pun istirahat di sebuah tanah lapang (katanya ga ada bonus pik, maaf tadi salah ketik...*ngeles). Setelah makan siang dan berfoto tentunya, perjalanan berlanjut menuju puncak Gunung Guntur yang sepertinya kelihatan dekat namun jauh di kaki, seperti ungkapan seorang teman, "Gunung itu dekat di mata jauh ternyata". 

Setelah siang berlalu, datanglah sore dan kami pun belum sampai di puncak. Rombongan semakin terpencar, dan saya ada di bagian paling belakang sebagai swiper (bener ga nulisnya). Seusai sore, magrib, lalu malem, dan kami pun akhirnya..teret..teret..teret..belum sampai juga di puncak..Gubrag..haha. Kami kan rombongan pendaki santai jadi selow (ngeles pisan). Tapi saya salut sama perjuangan temen-temen yang usianya di atas saya, di bawah saya dan ada yang hampir 2,5 kali lipat di atas umur saya..keren lah buat opa, bu wiwit, mba ibet, adiknya kuje dan semua teman-teman yang lain, banyak teuing jadi ga bisa saya sebutin satu-satu di sini, oke. Nuhun.


 
Perjalanan awal naik, foto: Bu wiwit


Kabut turun, si gustaf narsis, foto: Bu wiwit

Tulisannnya belum selesai om, lanjut. Di perjalanan kemarin ada juga rombongan dari bekasi tapi mereka sepertinya kurang persiapan jadi mereka lebih memilih ngariung dan kumpul bermain remi di sebuah dataran kecil sembari menunggu bantuan helikopter yang datang sambil membawa gerobak baso (hoax ketang, ngasal pisan).

Setelah 8 jam berjalan dalam tanjakan yang maut dan melelahkan akhirnya kami pun belum sampai juga..hahaha. Ga deng, akhirnya kami pun sampai di Puncak, horey..horey. Dan saking girangnya malah ada yang lompat-lompat ke jurang dan turun lagi ke curug dan naik lagi ke puncak (hoax deui eta, maenya we karek nepi turun deui.. *geje pisan ieu tulisan, asli teu puguh).

Ada yang menyebut salah satu tanjakan yang kami lalui sebagai "tanjakan asoy", kenapa ga "tanjakan asoy geboy" aja ya? lebih catchy dan terdengar lebih dangdut sepertinya, kan asyik mang. 

Lanjut lagi ceritanya ya, setuju. Setelah sampai di puncak guntur kita pun berembug apakah akan berkemah di puncak guntur atau di puncak kabuyutan. Perdebatan dan sidang isbat yang tidak alot pun  terjadi dan akhirnya dengan bijak kami semua memutuskan untuk nenda di puncak guntur saja karena hari yang sudah malam dan kabut tebal yang sedari tadi menemani kami. Kata mamah dedeh kan ga baik jalan malem-malem entar di culik wewe gombel. Sesi merangkai tenda selesai, makan-makan sudah dan setelah itu sebagian tidur pulas, saya ga tau mimpi apa mereka, indah atau tidak?. Saya dan beberapa orang yang belum ngantuk malah membuat api unggun dari sampah dan siduru (menghangatkan tubuh di api/perapian) di depannya sambil ngobrol absurd ngalor-ngidul samapi ngantuk datang.

Singkat cerita, takutnya tulisannya kepanjangan.

Pagi datang, kabut masih berselimut putih menutupi pemandangan. Sirna sudah dan pupus harapan kami untuk melihat sunrise/matahari nongol di ufuk timur, ada yang menangis tersedu-sedan sambil kokosehan, dan yang paling terpukul sekali sepertinya adalah fotografer kami..hahaha (hoax deu ieu, piss bray). Untuk menikmati pagi, kami berjalan ke puncak kabuyutan, di sana terdapat sebuah tanah lapang yang cukup luas untuk menerbangkan layang-layang atau bermain badminton ganda campuran. Kabut pun perlahan mulai sirna, pemandangan yang indah terhampar luas, alangkah indahnya ciptaan-Mu ya Tuhan. Gunung-gemunung tampak jauh terlihat terbalut awan putih yang bersih dan indah. Di atas sana sesi foto-foto tak dapat terelakan dan menjadi hal yang wajib. Dan sesi narsis pun di mulai.


Di atas puncak kabuyutan, foto: neti

Singkat cerita lagi. Setelah menikmati keindahan pagi di puncak kabuyutan, kami pun bergegas turun ke puncak guntur dan kegiatan yang ditunggu pun tiba, yaitu kontes memasak dan makan bersama. Untuk menjaga kebersamaan kami pun memasak bahan makanan yang kami bawa. Alangkah indahnya memasak di gunung, makanan apapun yang di masak sepertinya enak. Setelah masak ala master cep dan makan pagi bersama kami pun mulai berkemas untuk turun gunung.

Masak, foto: Bu wiwit

Perjalanan turun gunung pun dimulai, perjalanan turun tidak seperti saat naik. Kami sekarang harus jalan melalui jalur yang turun (ya iyalah anak TK aja tau jalan turun mah ya turun..nambah geje aja tulisan ini, *jangan emosi ya..). Di awal-awal turun, kami masih beriringan perosotan massal hingga membuat celana saya bolong. 2 jam kemudian, kami terbagi menjadi beberapa kelompok, lalu akhirnya menjadi kelompok-kelompok kecil. Dan lagi-lagi saya ada di bagian paling belakang, biasa jadi swiper (masih bener ga nulisnya sih). Sekitar 4 jam kami berjalan akhirnya kami sampai di..??? Bukan sampai di Bandung kawan-kawan, tapi di sungai dekat hutan yang masih ijo royo-royo. Kami istirahat sembari makan, minum, merendem kaki, sholat bahkan ada yang buka praktek pijat refleksi..hehe

Setelah istirahat, cepy sang guide jagoan kita menyerukan bahwa ada kebakaran di atas jalur yang kami lalui tadi, waah bahaya banget tuh. Di Gunung Guntur memang kerap kebakaran, ya mungkin karena faktor musim kemarau serta ilalalang kering dan mungkin gesekan antar batu (meren, *sok tau). Karena kami ga punya no HP pemadam kebakaran jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa, karena kalo kami memadamkan api nyiukan air sungai dengan botol air mineral kan ga mungkin bray. Perjalanan kembali berlanjut dengan sedikit tergesa-gesa agar kami dapat terhindar dari jilatan api yang membara. 





Di dalam truk saat turun, foto: neti

Sekitar 1 jam berjalan, akhirnya kami pun belum sampai di Bandung, tapi sampai di tempat truk pengangkut pasir berada. Tak berapa lama berselang, kami pun di angkut oleh truk pengangkut pasir menuju pom bensin di daerah cipanas. Setelah itu kami carter angkot lagi ke Stasiun Cicalengka, dan kami pun berpisah di Cicalengka. Sebagian pulang menggunakan kereta patas yang sudah terparkir dengan karcis Rp.7000 dan sebagian lagi menunggu kereta krd yang datang satu jam lagi dengan tiket yang masih murah meriah Rp.1000. Sembari menunggu, kami yang membeli tiket krd makan-makan dulu di warung baso di traktir opa..makasih opa..hehe

Cerita hoax hanya isapan jempol belaka. Kalo ada kosakata bahasa sunda yang tidak dimengerti silahkan tanya guru bahasa inggris kesayangan anda. Sekian dulu, piss love and gaul.  Terima kasih.

 
horeyy satubumikita, foto: neti


 -opik-





tags : gunung guntur garut, gunung guntur, guntur, catper ke gunung guntur, rute gunung guntur, angkot ke guntur, jalur guntur, hiking, trekking, guntur garut bandung - gunung guntur, curug citiis, puncak guntur, junghuhn, sejarah, satubumikita

7 komentar:

  1. ceritanya ko putus di tengah jln pik,,raut muka yg dr td snyum2 bca ceritanya, jd brubah nih,, terusin ya bageur,,nice story

    BalasHapus
  2. Kwereeen ih, salute sama jalan-jalannya :)

    #ditunggu sharing cerita lainnya

    BalasHapus
  3. saya waktu itu juga pernah trekking ke Citiis, baru nyampe curug Citiis aja udah ngos-ngosan...gimana kalo ke Puncak yaah..hihi :D

    BalasHapus
  4. someday I will visit this place... :)

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan jejak anda.

Terima kasih sudah berkomentar