Senin, 16 April 2012

Catatan Perjalanan : Berkunjung ke Curug Cileat, Subang



Udara dingin dan jalanan kota Bandung masih lengang serta temaram dan cenderung gelap menemani perjalanan subuh kami di dalam angkot yang melaju menuju terminal Ledeng. Hari sabtu itu (14/04/2012) saya dan Derry (Ujang endey) bertujuan mencoba menjelajah salah satu objek wisata air terjun (Curug) yang ada di Kab.Subang Jawa Barat, yaitu Curug Cileat



Dari Terminal Ledeng yang masih relatif sepi aktivitas, kami bertolak menuju Subang dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil Elf jurusan Ledeng-Subang. Tak terlalu lama kami menunggu, Elf pun melaju membawa penumpang termasuk kami. Sekitar 50 menit dalam perjalanan melewati Lembang, Cikole, Ciater dan akhirnya sampailah kami di daerah Jalan Cagak, Subang yang ditandai dengan sebuah tugu berbentuk buah nanas, ya memang Subang cukup terkenal dengan buah nanas yang berukuran besar dan rasanya manis, selain itu Subang dikenal pula dengan kesenian Sisingaannya. Dari Jalan Cagak kembali kami menumpang Elf jurusan Jalan Cagak-Tanjung Siang-Sumedang dan turun di jalan Gardu Sayang, untuk selanjutnya meneruskan perjalanan dengan berjalanan kaki. Dari jalan raya Gardu Sayang terdapat sebuah plang petunjuk jalan bertuliskan Curug Cileat 9 km, itulah satu-satunya petunjuk jalan bila ingin berkunjung ke Curug Cileat.


Udara pagi yang masih cukup segar dan mentari yang mulai menghangat menemani perjalanan kami selain pemandangan berupa hamparan sawah, kolam-kolam ikan milik warga, bukit-bukit serta gunung berselimut kabut yang menjulang  menjadi latar pemukiman desa. Jarak 9 km harus kami tempuh sekali jalan dengan berjalan kaki, cukup lumayan membuat kaki bekerja ekstra. Jalur yang harus kami lalui dimulai dari jalan beraspal, berbatu, jalan sawah, jalur aliran air serta jalan setapak masuk hutan. Untuk menuju Curug, kami harus melewati 2 Desa yaitu Desa Mayang dan Desa Cibago sebagai desa terakhir. Setelah berjalan sekitar 2 jam, kami pun sampai di Desa Cibago sebagai akses masuk menuju kawasan Curug Cileat. Desa Cibago sendiri bisa dikatakan cukup terpencil karena dikelilingi bukit-bukit, persawahan yang luas dan sungai serta akses jalan yang cukup jauh dari jalan raya.

Persawahan



Untuk bisa masuk ke kawasan Curug, kami diharuskan membayar retribusi tiket senilai Rp.5.000/orang yang dipungut oleh warga sekitar, jangan bayangkan bila jalan menuju curug itu adalah jalan setapak yang tertata, jalan yang harus kami lalui hanya jalan setapak yang biasa dilalui oleh petani dan warga sekitar dan tidak ada sama sekali petunjuk arah menuju Curug. Hamparan sawah hijau yang luas dengan latar Gunung Canggah yang dibawahnya mengalir walungan Cileat (Sungai Cileat) yang berarus deras dan sangat jernih, dan saya sedikit ngebayangin asyik juga kalo di pakai buat Rafting atau Tubbing, selain arus yang cukup deras, lebar sungai pun tidak terlalu sempit.


Setelah berjalan menyusuri persawahan dan jalan setapak, akhirnya kami sampai juga di Curug pertama yang biasa disebut Curug Citorok, air yang jernih dan bersih berjatuhan dari atas tebing yang tak terlihat oleh rimbunnya semak dan pepohonan, eksotis! Selang beberapa menit kami berjalan meniti punggungan bukit, Curug kedua menanti di depan mata, Curug kedua tersebut disebut Curug Cimuncang, Curug ini sedikit lebih lebar dan tentunya airnya masih sama dingin, jernih dan tentunya menyegarkan. Tak terlalu jauh kami berjalan, Curug ketiga menyapa kami dengan cantiknya, Curug ini biasa disebut dengan Curug Cimuncang Pasir, aliran airnya yang deras dan airnya yang bersih menambah indah lokasi Curug ini. Bisa dikatakan hutan dan air disekitar Curug-curug yang kami lewati cukup terjaga dan belum tercemar, mungkin karena sumber airnya langsung dari mata air yang ada di atas bukit-bukit/tebing. Curug-curug tersebut memiliki ketinggian masing-masing diatas sekitar 30 meter.

Curug Cileat
Tak lama berselang, kami harus kembali menyusuri pematang sawah nan hijau, dan sekali lagi tak ada petunjuk jalan kecuali "Petunjuk jalan lisan" yaitu warga sekitar dan para petani yang ramah menunjuki kami jalan bila salah jalur. Jalan sawah kembali berganti menjadi jalan setapak dan kadang-kadang jalur yang kami lalui adalah jalur aliran air (seperti sungai kecil). Dikejauhan sudah mulai terdengar seperti suara jatuhan air, dan benar saja, Curug utama yaitu Curug Cileat sudah menanti di hadapan kami, sungguh indah.

Curug Cileat


Curug Cileat memiliki dua buah air terjun yang berdampingan menempel di atas tebing batu, Curug yang satu debit airnya tidak terlalu besar sedangkan curug satunya lagi jatuhan airnya cukup deras dan besar. Kedua curug tersebut memiliki ketinggian sekitar 80 meter-an dari atas hingga menyentuh permukaan bawah. Percikan serta deburan air di sekitar curug menambah suasana lain, selain indah yaitu kesunyian, sepi dan mungkin Keeung . Secara administratif kawasan Curug Cileat berada di Kampung Cibago, Desa Mayang, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang. Di sekitar Curug terdapat sebuah bangunan yang terbengkalai yang entah peruntukannya untuk apa, keindahan sekitar Curug sedikit ternoda oleh berserakannya sampah bekas pengunjung, cukup disayangakan. Hari itu pun tak ada orang yang berkunjung ke Curug, jadi suasana sangat sepi tapi cukup damai dan tenang.


Untuk penamaan Curug Cileat sendiri, saya agak sedikit bingung karena dari beberapa warga yang ditanya tak ada yang tahu kenapa dinamai "Cileat" atau "Leat" itu artinya apa? mungkin ada yang tahu dan bisa sedkit menjelaskan? Sejenak di Curug, kami pun bergegas kembali untuk pulang ke Bandung, sebelum bertolak pulang kami sempatkan diri menikmati kesegaran air dengan berendam dan mandi di bathtubs alami di walungan Cileat di kaki Gunung Canggah yang berair jernih dan deras, sungguh menyenangkan dan menyegarkan masih bisa berbaur dengan alam. Alhamdulillah.



Terima kasih.

-opik-


tags : curug cileat subang, rute curug cileat, bandung - curug cileat, catper curug cileat, jalur curug, cileat, subang,

13 komentar:

  1. Ngabibita wae ah si akang mah...
    :)

    BalasHapus
  2. hayu barudak urang k tonggoh cileat anu endah mamay - mapay walungan...bodas kacida caina mencrang kacida curug tidelep dugi ka ati anu ngandung harti kana hareuheut hate anu nuju gundah sareung galau sanes kitu kang...by.room_zack@yahoo.com

    BalasHapus
  3. iya kang dijamin seger, karena air dan udaranya masih perawan...saya warga desa mayang, ditunggu lho

    BalasHapus
    Balasan
    1. hari minggu tgl 15 juli, kami baru kesana :)

      Hapus
  4. kmren ta br dr sna hehe..

    BalasHapus
  5. kalo turing pake motor kira2 bisa masuk g y??

    BalasHapus
  6. is indah banget curugnya.... tapi ga heran kalo keueung, dari foto curugnya juga udah bikin keueung, apalagi di tempatnya langsung, hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe.. keeng bukan berarti seram...

      btw kemana aka bu?

      Hapus
  7. Kalau pake motor kesana bisa ga kang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hanya bisa sampai desa Cibago saja. Untuk sampai di curugnya harus berjalan kaki melalui jalan setapak.

      Hapus
  8. Cileat itu dari 'Ci' yang artinya air, dan 'Leat' yang artinya ngaleor atau meliuk. Dinamakan seperti ini dilihat dari keadaan air terjun yang arahnya berpindah diterpa angin, hoho...
    Ngomong-ngomong, sekarang daerah persawahan terakhir setelah curug Cimuncang Pasir akan didirikan MCK dan Mushalla, agar persawahan itu menjadi sentral tempat bermalam. Jadi, bisa meminimalisir adanya sampah di lingkungan sekitar curug.
    Jika berkenan boleh berkunjung kembali ke sana, barang kali bisa memberi bantuan agar rencana ini segera terlaksana, hehehe... Karena pihak perhutani tidak mau membantu dalam hal finansial, hanya membantu dalam bibit penghijauan saja.

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan jejak anda.

Terima kasih sudah berkomentar