Sekitar 30 menit perjalanan dari stasiun cicalengka
menuju titik awal pendakian di Jambu
aer, perjalanan pendakian pun kami mulai. Jalur awal merupakan perkampungan dan
ladang perkebunan sayuran warga. Jalur
menuju pucuk tertinggi Kerenceng memang tidak ada petunjuk arah sama sekali,
dan petunjuk arahan dari warga sangat berguna sekali sebagai navigasi kami. Selepas berjalan sekitar 1 jam,
sampailah kami di vegetasi hutan, ditandai dengan sebuah plang hijau kusam
milik perhutani. Hutan yang kami lalui memang tidak cukup rimbun oleh
pepohonan, namun semak dan ilalang yang harus kami lewati cukup tinggi, sekitar
1 meter lebih, bisa jadi karena jalur tersebut mungkin jarang dilalui. Namun
disyangkan di beberapa titik kami temui tunggul-tunggul dan dahan-dahan pohon
berserakan sehabis ditebang.
Medan yang kami
lalui memang tidak cukup jelas, karena sebagian besar jalur tertutup rimbunan
semak. Semakin mendekati puncak medan semakin menanjak melipir punggungan. Di
jalur sebelum menuju puncak kami menemukan kumpulan tumbuhan kantong semar yang
tumbuh berkelompok, ukurannya cukup besar, berwarna merah mencolok dan
sepertinya mereka tumbuh bahagia di sana tanpa terganggu pencurian tanamana
langka oleh ulah manusia (semoga).
Semakin mendekati
puncak, vegetasi pohon mulai berkurang dan didominasi oleh semak. Jalur tipis
berbatu yang di kiri-kanannya jurang menjadi jalur akhir menuju titik tertinggi
di kawasan konservasi Taman Buru Masigit-Kareumbi. Kabut di siang bolong mulai
beraksi, menyelimuti hari yang terik. Dan saya baru merasakan di tengah kabut
yang tebal, namun hawa begitu panas.
Dan setelah
berjalan sekitar 3 jam akhirnya smpailah kami di sebuah kerucut yang di atasnya
berupa dataran sangat kecil, dan itu adalah puncak Kerenceng. Puncaknya yang
sangat sempit, untuk menampung kami ber-7 dan menyimpan tas pun cukup riskan.
Dari atas, pemandangan khas puncak menghiasi makan siang kami yang kegerahan.
Dapat pula kami menyaksikan Gunung Kareumbi yang bersebelahan dengan Kerenceng,
serta jalur-jalur tipis “punggung naga”
yang akan kami lewati.
Sehabis makan
siang, ba’da dzuhur, perjalanan turun dimulai. Kami memilih jalur yang
berlawanan arah dari kedatangan awal . Jalur turun yang kami lalui merupakan
jalur yang sekaligus menuju Gunung Kareumbi. Dari arah Kerenceng, ada sebuah
persimpangan turun dan kita bisa melihat jalur menuju kareumbi ada di sebelah
kanan jalur, dan bila akan menuju pemukiman warga tinggal lurus saja melewati
beberapa puncakan dan punggungan yang mana jalurnya cukup jelas.
Tak terasa adzan
ashar pun mulai berkumandang, dan sampailah kami di titik akir pendakian di
desa Tegal Manggung. Dan perjalanan pun belum berakhir, kaki kembali harus
melangkah jalur aspal belasan kilometer untuk menuju desa jambu aer dan
diteruskan menggunakan kol buntung yang kami carter. Di kejauhan lamat-lamat
terlihat kerucut Kerenceng yang tersaput kabut. Tak lama gemericik gerimis
mulai membasahi cerita akhir perjalanan singkat kami. Semoga kawasan Gunung
Kerenceng dan sekitarnya tetap hijau dan semakin lestari.
wow keren kang...jadi pengen ngikut kalau ada acara lg dengan komunitas satu bumi kita :)
BalasHapussaya sebetulnya ingin juga bisa ikutan acara seperti itu bang weng :D
Hapusyuuk mangga kang, hayu :)
BalasHapushayuuulk :D
Hapustu puncaknya ya kang, kliatan terjal, indah banget
BalasHapusmasih ada kantong semar, tidak sembarang tempat bisa ditemukan
apa itu kantong semar bang
Hapusitu bunga yg merah, kayak kantong
Hapusiya kantong semar mas :)
Hapuswah mantap...pemandangannya indah sekali...:D
BalasHapuswihh ada bunga kantong semar disana... Gunung Kareumbi udah sering denger, tapi Kerenceng baru pertama kali ini tau...
BalasHapuspinggiran kerenceng sama kareumbi han :)
Hapusingat masa kuliah dlu, ska jga sya nanjak..
BalasHapusbtw pncak Kerenceng, sempit jga ya..
salam kenal !
iya sempit, mksh sudah berkunjung, salam kenal juga.
Hapus