Cerita Sebelumnya KLIK DI SINI
Terima kasih.
-Selesai-
Perjalanan pun berlanjut, tak jauh dari Oray Tapa kami melihat sebuah tanah lapang berumput sepertinya bekas sebuah taman atau apa. Tempat tersebut di lengkapi dengan sebuah gerbang dan jejeran pohon pinus yang berdiri rapih. Kami pun sejenak beristirahat di sana sambil menikmati pemandangan kota Bandung yang masih terlihat di atas sana. Di sekitar bawah tanah lapang tersebut terdapat pula sebuah kolam air mancur yang terbengkalai. Tak berapa lama datang serombongan keluarga yang akan makan bersama (botram) di sana. Menurut salah satu dari keluarga itu, tempat tersebut masih berada dalam daerah Oray Tapa tapi biasa juga di sebut daerah Cikawari.
Karena perjalanannya yang cukup menguras tenaga serta medan yang jauh, sepatu saya pun jebol, dan beruntung saya menemukan sendal jepit jelek yang hampir putus tergeletak di jalan dan masih bisa dipakai. Perjalanan pun masih sangat jauh, kami harus melewati beberapa desa agar bisa sampai di jalan besar (Ujungberung). Waktu dzuhur pun sepertinya telah tiba. Setelah selesai sholat di sebuah masjid kecil, sejenak kami meluruskan kaki di masjid kecil itu. Saat wudhu ternyata airnya berasal dari mata air yang langsung di alirkan ke tempat wudhu, airnya dingin dan segar.
Setelah sebelumnya kami melawati hutan Arcamanik, kami pun melewati sebuah daerah yang masih bernama Arcamanik. Menurut beberapa literatur, dinding/batu fondasi Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 × 1 × 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar Arcamanik dan Gunung manglayang.
Masuk dan keluar pemukiman penduduk (desa) harus kami jalani, entahlah sudah berapa berapa desa yang kami lalui. Jalan yang kami lalui berganti menjadi menurun. Cuaca pun berubah berganti dari panas menjadi mendung kelabu. Setelah berjalan-isrirahat-berjalan-istirahat begitu seterusnya, yang rasanya kami seolah tak sampai-sampai. Di kejauhan kami mendengar suara air yang jatuh dari ketinggian seperti sebuah air terjun. Dan ternyata setelah mencari sumber suara, di kejauhan kami melihat sebuah aliran air seperti air terjun besar, entah itu akibat longsor atau memang air terjun kami pun tak tahu.
Hujan pun tak terelakan lagi, dan kami beruntung saat hujan semakin besar melintaslah sebuah mobil bak terbuka yang sedang mengangkut lemari. Kami pun beranikan diri untuk meminta tumpangan dan Alhamdullilah dengan baik hati sang supir mengijinkan kami naik. Kami dipersilahkan duduk di depan (jadi ga keujanan). Perjalanan pun menjadi semakin cepat dan menghemat tenaga kami, kami menumpang hingga daerah Jalan Cijambe, Ujungberung. Dari Ujung berung kami teruskan menggunakan angkot hingga Cicaheum dan bubar menuju rumah masing-masing. Perjalanan yang sangat melelahkan dan membuat betis ini membesar beberapa cm .
Terima kasih.
Foto : YM
-Selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak anda.
Terima kasih sudah berkomentar