Senin, 15 Juli 2013

(Tak) Lagi Konservatif

*Ilustrasi: kompasiana


Hari ini, senin, puasa sudah 6 hari berjalan bagi kita yang mengaku muslim, yang menjalankannya sesuai anjuran pemerintah.  Dan Lebaran masih lama, sekitar 3 minggu lagi, sedang harga pangan masih tinggi dan harga diri pemerintah masih di bawah standar. Bintang iklan sekaligus wakil gubernur jawa barat  kita tercinta masih mengumbar senyum di layar kaca, sedang masalah di propinsi dengan warga terbanyak di negeri ini cukup banyak dan pelik. 

Konsumsi masyarakat terutama  pangan seolah berlebihan di masa yang kata "mereka" sendiri sulit, kontras memang, ultra konsumtif dan itu mungkin sudah menjadi tabiat atau budaya di bulan puasa. Menjelang hari fitri, seperti biasa supermarket dan simbol kapitalis lainnya mulai dibanjiri oleh para pencari sandang obralan.

Ahh, pagi-pagi saya sudah meracau. Maafkan.

Jumat, 12 Juli 2013

Sedikit Menyusuri Pesisir Selatan Garut

Hari keberangkatan pun tiba, jumat malam saya bersama  kawan-kawan satubumikita telah berkumpul di bilangan terminal Guntur Garut yang sepi. Sekitar pukul 22.30 perjalanan dimulai, tujuan kami saat itu adalah menuju titik awal penelusuran pantai di Garut selatan yaitu pantai Ranca buaya. Mobil bak terbuka yang kami sewa melaju dengan pasti, angin kencang berhembus dingin, temaram sang malam semakin membuat dingin dan senyap di jalan beraspal yang sepi. 


Ahh, akhirnya sampailah kami di titik awal yang kami tuju, Rancabuaya, sebuah pantai berkarang yang cukup terkenal di wilayah selatan garut dan sekitarnya. Kami tiba di sana sekitar pukul 04.15, perjalanan bermobil bak terbuka ternyata diluar dugaan membutuhkan waktu sekitar 6 jam. Sekitar pukul 08.00, setelah dirasa cukup beristirahat dan makan pagi, perjalanan penyusuran pantai dengan berjalan kaki dimulai. Rancabuaya saat itu cukup mendung, dengan ombak yang cukup besar menggelegar. Menurut warga sekitar ombak yang kami lihat tersebut belum cukup besar dibanding beberapa hari yang lalu. 

Kamis, 11 Juli 2013

Sepintas Widji Thukul

Hari minggu yang lalu, setelah bertemu kawan di bilangan Jalan Dipati ukur, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke toko buku di jalan Merdeka untuk membaca buku (bukan membeli :P). Saya sedikit tertarik dengan seri buku tempo yang mengulas tentang huru-hara di zaman orde baru, dan salah satu seri buku tersebut mengulas tentang aktivis di zaman  orba, yaitu widji thukul.

 Beberapa tahun yang lalu sebenarnya saya sempat mengetahui  sosok ini di majalah tempo juga, edisi kebangkitan nasional yang saya beli di lapak buku dan majalah bekas. Walau hanya sepintas mengenal sosok ini saya cukup tertarik dengan sosoknya yang sangat merakyat  serta puisi-puisinya. 

Puisinya yang terkenal adalah; PERINGATAN. Saya pun sedikit teringat kembali dengan lirik lagu dari band punk/hardcore veteran Bandung, Jeruji yang berjudul LAWAN, yang salah satu kalimat dalam liriknya berbunyi: " hanya ada satu kata : LAWAN", dan sama dengan kalimat terakhir di puisi peringatan widji thukul. 

Entahlah, Selain itu kenapa saya teringat juga dengan Herry Sutresna a.k.a ucok "homicide" a.k.a Morgue Vanguard, musisi hiphop yang sekaligus aktivis, dengan lirik-kirik dalam lagunya yang cukup keras menentang tirani sekaligus pernah bergabung dengan partai yang sama dengan Widji Thukul yaitu  PRD (Partai rakyat Demokratik).